Sabtu, 09 Mei 2009

19 Tanaman Obat Diteliti Khasiatnya secara Ilmiah



Jakarta, Kompas - Badan Pengawasan Obat dan Makanan bekerja sama dengan sepuluh perguruan tinggi dan tiga institusi penelitian pemerintah tahun 2005 memprioritaskan penelitian 19 tanaman obat calon obat asli Indonesia.
Sembilan tanaman obat yang telah diteliti sejak tahun 2003 kini sedang menunggu finalisasi uji klinis di beberapa rumah sakit sebelum disetujui sebagai fitofarmaka (obat tradisional yang telah melalui penelitian hingga uji klinis).

Menurut perkiraan, penelitian 19 tanaman obat tersebut membutuhkan waktu 2-3 tahun, dari tahap awal hingga uji klinis. "Penelitian ini sengaja diarahkan untuk dipimpin para dokter agar sosialisasi pascapenelitian lebih mudah dilakukan," kata Kepala Badan POM Sampurno ketika dihubungi, Jumat (11/2).
Hasil berupa obat fitofarmaka tersebut diharapkan dapat menjadi obat pendamping bagi para pasien pengonsumsi obat- obat kimia, yang lebih sering diresepkan para dokter.
Sedangkan jenis penyakit yang diharapkan dapat ditangani melalui penelitian ini adalah antimalaria, antihepatitis, antidiabetes, pelindung hati, antituberkulosis, antihipertensi, peluruh batu ginjal, asam urat, dan sesak napas.
Menurut Sampurno, pemilihan ke-19 tanaman obat didasarkan pada beberapa hal, seperti khasiatnya, jenis tanaman mudah diperoleh, dan tidak memerlukan kerumitan teknologi dalam prosesnya.
Langkah pengembangan penelitian tersebut, ujar Sampurno, didasarkan pada hasil penelitian sembilan tanaman obat tahun 2003 yang hasilnya dinilai menjanjikan.
Saat itu yang diteliti adalah kunyit, temu lawak, dan jati belanda yang mampu menurunkan kadar kolesterol, mengkudu dan daun salam menurunkan kadar gula darah, cabe jawa sebagai afrodisiak, sambiloto dan jahe merah sebagai antineoplasma, serta daun jambu biji sebagai pembangkit trombosit bagi pasien demam berdarah.
"Hasil uji klinis sementara, ekstrak daun jambu biji mampu memulihkan pasien demam berdarah dalam tiga hari. Ini sangat menjanjikan," kata dia.
Yang belum tuntas dalam penelitian tahap uji klinis di antaranya adalah menentukan seberapa tepat dosis fitofarmaka yang efektif.
Tahap uji klinis juga menjadi tahap kritis karena harus melalui serangkaian prosedur, termasuk mencari pasien yang bersedia.
Pendanaan
Sampurno mengungkapkan, hingga kini belum ditemui kendala dalam pengembangan penelitian. Setiap jenis tanaman obat yang dikembangkan diberi target pendanaan maksimal Rp 500 juta.
Jumlah tersebut dinilainya jauh di bawah anggaran penelitian di negara maju yang sampai puluhan miliaran rupiah per jenisnya.
"Semua dikerjakan di dalam negeri. Nanti kalau diperlukan baru diupayakan berkolaborasi di luar negeri," kata dia.
Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM Ruslan Aspan mengatakan, anggaran riset 19 tanaman obat tahun 2005 sebesar Rp 3,5 miliar.
Masing-masing jenis tanaman obat yang diteliti memiliki anggaran yang berbeda. Mulai dari Rp 44 juta hingga Rp 350 juta. "Semua dana ini dari APBN," kata dia.
Setelah seluruh proses penelitian selesai, kata Ruslan, tidak tertutup kemungkinan produksi massalnya diserahkan perusahaan obat swasta.
Syaratnya, perusahaan bersangkutan bersedia mengembangkan jenis tanaman obat lainnya di Indonesia.
Data menunjukkan, dari 30.000 jenis tumbuhan di Indonesia, 940 spesies diketahui berkhasiat obat. Dari jumlah itu, baru 180 spesies yang telah dikembangkan sebagai ramuan obat dan industri obat tradisional. (GSA)
Sumber :
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0502/12/humaniora/1552407.htm
12 Februari 2005
Sumber Gambar:
http://myhobbyblogs.com/food/files/2008/03/dsc03193.JPG

1 komentar:

  1. nice info...
    mari kita dukung untuk lebih banyak lagi tanaman obat yang bisa digunakan untuk kesehatan

    BalasHapus